Blogpendidikan.net - Kamu yang kelahiran tahun 70-80-an pasti pernah merasakan pendidikan dizaman dulu, bagimana sistem pendidikannya, dan cara mengajar guru zaman dulu. Mata pelajarannya pun sangat nasionalis, seperti PMP, GBHN, dan lain sebagainya.
Di zaman seperti saat ini, perilaku guru sudah berbeda. Cara murid memperlakukan guru pun sudah jauh berbeda. Dahulu, guru adalah orang disegani di kampung, panutan. Sekarang? Jangankan disegani, dihormati saja nggak. Nah, dalam memperingati hari guru, kali ini Hipwee Boys ingin mengajak kalian untuk mengingat-ingat lagi seberapa seru waktu sekolah dulu, waktu hubungan guru dan murid nggak se-absurd sekarang. Yuk langsung disimak aja.
Gaya mengajar dulu biasanya hanya didominasi oleh guru, tapi sekarang guru-guru mulai banyak menggunakan sistem Student-Centered Learning (SCL)
Sistem mengajar guru pada masa lalu cenderung satu arah. Guru menjadi pusat pembelajaran tanpa aktif melibatkan muridnya. Bahkan, ada ungkapan kalau dulu guru bisa sampai berbusa-busa saat menjelaskan pelajaran pada murid-muridnya. Seiring berjalannya waktu, makin ke sini banyak guru yang mulai mengaplikasikan metode Student-Centered Learning (SCL). Metode tersebut menjadikan murid sebagai pusat pembelajaran. Dengan begitu, murid mendapatkan kesempatan dan ruang untuk membangun pengetahuannya, memperoleh pemahaman yang mendalam, mengasah kemampuan berorganisasi murid, hingga dapat kesempatan menjadi public speaker di depan kelas. Namun, ada beberapa oknum guru yang kerap menggunakan metode tersebut sebagai kesempatan untuk bermalas-malasan. Padahal bukan itu yang seharusnya dilakukan. Guru yang harusnya tetap menjaga proses belajar, menjadi mediator yang baik dan mampu meluruskan apa yang keliru ketika ada murid yang melenceng jauh dari pelajaran.
Guru zaman dulu punya cara menasihati yang tegas. Beda dengan zaman sekarang
Pernah nggak sih kamu mendengar cerita dari orangtuamu sendiri kalau guru-guru zaman dulu itu galak? Hipwee Boys rasa pengetahuan tersebut sudah jadi rahasia umum. Guru-guru zaman dulu cenderung keras, entah itu secara verbal maupun tindakan nonverbal. Saking ringan tangannya, penggaris dan penghapus kapur yang terbuat dari kayu bisa dengan mudah hinggap di tubuh siswa.
Akan tetapi, nggak sedikit juga orang-orang dulu yang mengakui kalau cara tersebut malah cukup ampuh supaya bisa lebih disiplin dan nggak melakukan kesalahan lagi. Beda banget sama zaman sekarang. Guru zaman sekarang biasanya menyampaikan nasihatnya secara halus dan kalau bisa jangan sampai menyakiti perasaan si murid. Beberapa guru kadang makan hati, karena dengan cara tersebut para murid malah bisa mengulang kesalahannya. Masuk telinga kanan dan keluar di telinga kiri. Kalau dikasari dikit, si murid laporan ke orangtua. Nggak sedikit juga yang orangtuanya lapor ke polisi. Duuhhh
Interaksi dengan guru di zaman dulu biasanya kaku, guru zaman sekarang mah sudah kayak teman sendiri bagi para murid
Seperti yang sudah dijelaskan pada poin pertama tadi. Guru zaman dulu biasanya mempunyai kewibawaan tingkat tinggi jika berada di dalam kelas. Guru jadi pusat perhatian. Namun hal tersebut tak hilang di luar kelas, sehingga interaksi antara murid dan guru pun sangat kaku. Kalau ketemu di luar kelas atau sekolah, 3S wajib dilakukan murid. Senyum, Sapa, dan Salam harus dilakukan. Itu terjadi karena adanya doktrin bahwa ada garis pemisah antara guru dan murid masalah hormat-menghormati.
Bandingkan dengan guru zaman sekarang. Mereka lebih luwes terhadap murid-muridnya, baik itu di dalam kelas maupun di luar kelas. Senyum, sapa, dan salam memang masih tetap dilakukan sebagai jarak pemisah. Namun, garis tersebut jauh lebih tipis dibanding pada masa lalu. Biasanya guru-guru malah melontarkan candaan ketika bersama dengan murid-muridnya. Layaknya perlakuan teman ke teman gitu. Dan nggak sedikit juga murid yang suka curhat sama gurunya, entah soal kehidupan akademis atau pun kehidupan non akademis.
Guru zaman dulu lebih struggle sebab teknologi masih terbatas. Guru sekarang mah sudah terfasilitasi teknologi baru
Kalau ini memang perbedaan yang paling jelas kentara sih. Zaman dulu, teknologi penunjang pembelajaran tak sebanyak zaman sekarang. Guru paling mempunyai papan tulis kapur untuk menjelaskan bahan pembelajaran, plus buku yang mungkin nggak semua murid punya.
Sekarang? Kamu bisa melihat realitanya sendiri di sekitar. Kamu juga mungkin merasakan sendiri teknologi-teknologi terbaru yang bisa menjadi media belajar dari guru-guru zaman sekarang. Beberapa sekolah sekarang punya proyektor yang terkoneksi ke perangkat komputer. Kadang papan tulis yang kini sudah menggunakan marker, bukan lagi kapur. Sekarang guru tak butuh banyak alat peraga sebab sekarang kita bisa meminta bahan ajaran dari para guru yang sudah berformat power point, bergambar. Jangan lupakan juga keberadaan internet, sekarang mengerjakan tugas juga bisa via kirim email. Ya nggak?
Soal pemberian nilai, guru-guru zaman dulu lebih objektif dibanding guru-guru zaman sekarang. Belum lagi ada intervensi tentang ambisi para petinggi sekolah
Zaman dulu, guru-guru bisa dengan mudah memberikan nilai merah di setiap rapor. Bukan subjektif, tapi memang itulah nilai asli. Nilai murid tersebut benar-benar asli sesuai dengan kenyataan yang ada dari muridnya. Beda banget dengan guru zaman sekarang. Kebanyakan guru zaman sekarang mau nggak mau mengisi kolom nilai rapor dengan nilai minimal yang jadi standar sekolah tersebut. Kalau pun ada yang di bawah nilai standar, para guru biasanya mengisi nilai menggunakan pensil. Jadi, para murid bisa mengambil ujian ulang.
Di samping itu, biasanya sih ada kepentingan pihak sekolah supaya nilai-nilai para muridnya bagus. Dengan begitu, kualitas dan citra sekolah bisa tetap terjaga di mata masyarakat. Nggak semua memang, tapi ada yang begitu.
Bagaimana? Cukup jelas juga ‘kan perbedaan antara guru zaman dulu dengan zaman sekarang? Setiap zaman memang punya karakteristiknya masing-masing. Namun satu yang pasti, guru merupakan sosok penting dalam kehidupan hampir semua orang di dunia. Jasanya hingga sampai kapanpun akan tetap selalu dikenang dan takkan terlupakan. (https://www.hipwee.com/)