Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( ) meminta guru dan kepala sekolah untuk berinovasi terkait pembelajaran di masa pandemi .
"Kita mendorong setiap guru dan kepsek untuk melakukan inovasi pembelajaran sesuai dengan kondisi masing-masing daerah," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid, dalam keterangan tertulisnya, kepada CNNIndonesia.com, Selasa (5/5).
Dia juga mengaku belum akan menerbitkan petunjuk pelaksana (juklak) ataupun petunjuk teknis (juknis) soal cara pembelajaran jarak jauh (PJJ).
"Tampaknya saat ini, Kemdikbud belum akan mengeluarkan juklak atau juknis PJJ," aku Hamid.
Sebelumnya, sejumlah pihak mengkritisi pelaksanaan pembelajaran di masa pandemi Corona. Dari kalangan guru, mereka kesulitan menerapkannya mengingat keterbatasan fasilitas.
Kepala Sekolah Dasar Negeri di Kebayoran Lama Cicis Sulastri mengaku terhambat karena belum ada mekanisme konkret terkait pelaksanaan belajar jarak jauh.
"Banyak orang tua murid yang menanyakan kepada saya. Tapi, saya belum bisa berkomentar karena belum ada juknis (petunjuk jenis), belum ada surat edaran," kata dia.
Guru yang lain dari SMPN 60 Jakarta Nurnaningsih mengatakan pembelajaran jarak jauh secara digital sulit dilakukan di sekolahnya karena mayoritas siswa berasal dari keluarga tidak mampu.
"Kalau untuk daring, di SMPN 60 itukan anak miskin semua, hampir semuanya penerima KJP (Kartu Jakarta Pintar), itu kendala kami. Kalau guru bisa saja, tapi muridnya fasilitasnya yang enggak ada," kata dia.
Keterbatasan fasilitas internet pun membuat guru di Sumenep dan Jambi berinisiatif berkeliling dari rumah ke rumah siswa untuk mengajar.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai belum ada formula yang tepat dalam PJJ ini. Ia pun mendorong Kemendkibud membentuk kurikulum darurat saat Corona.
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim mengaku tengah mengkaji kemungkinan penerapan kurikulum darurat akibat kondisi yang mengharuskan belajar di rumah selama pandemi Covid-19.
"Itu sedang kami kaji. Tapi mengubah kurikulum itu tidak mudah. Sedangkan Covid-19 ini cepat. Jadi kita harus lakukan yang bisa dirasakan secepat mungkin," ujarnya melalui konferensi video, Rabu (15/4).
Namun demikian, Nadiem mengatakan membuat kurikulum baru justru bisa memunculkan gangguan terhadap proses belajar. Misalnya harus ada pelatihan.
Sumber; cnnindonesia.com
Sumber; cnnindonesia.com