Ikatan Guru Indonesia (IGI) pun mendesak pemerintah untuk menggeser
tahun ajaran baru ke Januari 2021. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim dengan
sejumlah alasan penggeseran tahun ajaran 2020/2021 dalam keterangan tertulis
yang diterima Kompas.com.
"Mengapa? Pertama, memberikan kepastian tahun ajaran baru bergeser ke
Januari akan membuat dunia pendidikan memiliki langkah-langkah yang jelas
terutama terkait minimnya jumlah guru yang memiliki kemampuan tinggi dalam
menjalankan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Online," kata Ramli.
Dengan menggeser tahun ajaran baru, Ramli menyebutkan Kemendikbud bisa
fokus meningkatkan kompetensi guru selama 6 bulan. Dengan demikian, di bulan Januari para guru sudah bisa menyelenggarakan
PJJ berkualitas dan menyenangkan jika ternyata Covid-19 belum tuntas.
"Kedua, menggeser tahun ajaran baru menghindarkan siswa dan orang
tua dari stress berkepanjangan," lanjutnya. Siswa dan orangtua bisa terancam stress jika tahun ajaran baru tak
digeser. Hal itu bisa terjadi karena orangtua yang stress memikirkan anaknya pergi
sekolah dengan risiko terancam tertular Covid-19.
Ketiga, menggeser tahun ajaran baru menghindarkan siswa dari
penularan Covid-19, ujar Ramli.
Keempat, portal layanan pendidikan tak mampu menggantikan guru.
Menurut Ramli, portal-portal pendidikan berbayar maupun gratis hanya
disiapkan untuk menghadapi ujian atau seleksi tertentu, bukan memenuhi capaian
kurikulum.
"Kelima, menggeser tahun ajaran menjadikan tahun anggaran selaras
dengan tahun ajaran. Fakta lapangan menunjukkan berbedanya tahun anggaran dan
tahun ajaran mengakibatkan kepsek harus berutang ke mana-mana agar bisa
menyelenggarakan ujian nasional karena dana Bos belum cair," ujarnya.
Keenam, pergeseran tahun ajaran bisa membantu orang tua mengatasi masalah
ekonomi. Dengan anak didik kembali ke sekolah, bukan hanya kecemasan akan
kesehatan yang datang tetapi juga biaya transportasi, biaya jajan dan biaya
lainnya.
Ketujuh, enam bulan ini bisa digunakan untuk mendorong lahirnya ide-ide
baru atau kreativitas-kreativitas baru dari anak didik. Hal ini perlu difasilitasi
oleh pemerintah terutama kemdikbud.
Kedelapan, selama enam bulan ini Kemendikbud bisa berupaya maksimal
memastikan seluruh sekolah di Indonesia terlayani jaringan internet dengan
berbagai cara.
Kesembilan, Kemendikbud bisa segera menjalankan program digitalisasi
sekolah dengan membagikan tablet terutama bagi sekolah yang paling banyak
siswanya tak memiliki gadget.
"Jika Kemendikbud tetap ngotot untuk tidak menggeser tahun ajaran
baru maka semua masalah diatas harus bisa diatasi," ujarnya.
Skenario Mendikbud Nadiem Makarim
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan telah
menyiapkan berbagai skenario terkait permulaan tahun ajaran baru 2020/2021. Hal
ini disebabkan pandemi Covid-19 yang belum mereda di Tanah Air.
"Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah siap dengan semua
skenario," kata Nadiem dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR, Rabu
(20/5/2020).
Nadiem menuturkan Kemendikbud terus berkoordinasi dengan Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Covid-19. Menurutnya, keputusan Kemendikbud terkait format pelaksanaan tahun
ajaran baru akan merujuk pada kajian Gugus Tugas.
"Mohon menunggu, saya pun tidak bisa memberikan statement apapun keputusan
itu, karena itu dipusatkan di Gugus Tugas. Tapi kami tentu terus berkoordinasi
dengan Gugus Tugas," jelasnya. Sementara itu, sebelumnya telah disampaikan bahwa Kemendikbud
memutuskan tidak mengubah kalender akademik pendidikan pada masa pandemi
Covid-19 ini.
Tahun ajaran 2020/2021 tetap dimulai pertengahan Juli 2020
Sedangkan
pembukaan kembali sekolah menunggu kondisi aman dari dampak Covid-19 sesuai
dengan keputusan Gugus Tugas Covid-19 dan Kementerian Kesehatan.
Karena itu, estimasi optimistis sekolah dibuka pada pertengahan Juli
sesuai kalender pendidikan, dengan tetap mengacu protokol kesehatan.
Jika pada pertengahan Juli kasus Covid-19 masih tinggi dan pembatasan
sosial berskala besar masih diberlakukan, pembelajaran jarak jauh untuk
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (PAUD
Dikdasmen) tetap dilanjutkan.
”Sekolah dibuka kembali paling cepat pertengahan Juli 2020, tetapi
harus dilihat kondisi pandemi Covid-19 ini. Kami hanya menyiapkan syarat dan
prosedur. Terkait kondisi kesehatan dan keamanan terkait pandemi ini, itu ada
di Satgas Covid-19 dan Kementerian Kesehatan,” kata Pelaksana Tugas Direktur
Jenderal PAUD Dikdasmen Kemdikbud Hamid Muhammad, dilansir Kompas.id, Selasa
(12/5/2020).
Skenario kedua, kata Hamid, pembukaan sekolah dilakukan secara parsial
sesuai kondisi tiap-tiap daerah. Jika suatu daerah sudah dinyatakan aman dari Covid-19, sekolah bisa dibuka
meski di daerah lain belum aman.
Namun, harus ada kepastian yang didukung data bahwa daerah tersebut
betul-betul aman Covid-19, keselamatan siswa harus menjadi prioritas utama. Sedangkan daerah yang belum aman tetap melanjutkan pembelajaran jarak
jauh.
Hamid mengakui, pembelajaran jarak jauh yang diselenggarakan sejak pertengah
Maret 2020 masih jauh dari sempurna, tetapi itu satu-satunya jalan agar
pendidikan tetap berlanjut pada masa pandemi ini.
Karena itu, jika PSBB diperpanjang, perlu ada strategi khusus agar
pembelajaran jarak jauh dapat berlangsung lebih efektif, terutama bagi siswa
baru.
”Untuk siswa baru, harus ada pertemuan awal untuk memudahkan
pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, mengingat siswa dan guru belum saling
kenal. Pertemuan awal ini tidak harus satu kelas bersama-sama, tetapi bisa
bergantian dengan mengacu protokol kesehatan. Memang harus ada ekstra usaha
dari sekolah dan guru,” ujar Hamid.
Artikel ini juga telah tayang di tribunnews.com