Dimasa pandemi ini sektor pendidikan sangat terpengaruh, pihak pemerintahpun harus berpikir keras agar proses pemeblajaran tetap berlangsung dimasa pandemi, salah satu dengan proses pembelajaran jarak jau (PJJ) dengan metode daring, namun apakah sekolah/daerah terpenuhi dengan metode daring ini? Bagaimana siswa/siswi yang berada di daerah tertinggal melangsungkan proses pembelajaran dimasa pandemi!
Dikutip dari kompas.com Mendikbud telah menegaskan, bahwa sistem pembelajaran secara daring ini merupakan masa pembelajaran untuk semua pihak termasuk kementerian. Sehingga semua harus beradaptasi dengan cepat.
"Bagi semua guru, anak, dan bagi kemendikbud, kita tidak mengantisipasi ini terjadi begitu cepat, artinya semua harus belajar sangat cepat bagaimana bisa beradaptasi terhadap belajar dari rumah," papar Nadiem.
Untuk menghindari kemungkinan siswa, orangtua maupun guru menjadi stres, Nadiem mengatakan belajar dari rumah bukan berarti harus 100 persen online.
Tidak semuanya ideal pada saat ini, namun kita sedang membantu dalam sisi cost untuk data dan online kita turunkan.
Dan kita juga melihat ide-ide kreatif mana yang terlihat di berbagai daerah yang tidak menggunakan online dan bagaimana kita bisa sharing ide-ide tersebut," imbuh Nadiem.
Ada berbagai macam hal, lanjut Nadiem, yang bisa dilakukan tanpa harus online seperti mengirim proyeknya melalui kurir dan lainnya, dengan tetap mengacu pada protokol kesehatan.
Untuk itu, guru-guru dan kepala sekolah diminta kreatif untuk bisa menangani keterbatasan yang ada. Apalagi di daerah yang tidak memiliki akses pada smartphone.
“Kami juga menganjurkan guru untuk membimbing anaknya tak hanya memberikan PR tapi membimbing,” kata Nadiem.
Aturan lebih jelas mengenai PJJ diatur dalam Surat Edaran Mendikbud nomor 4 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa darurat Penyebaran Coronavirus Disease (covid-2019). Dalam poin 2 surat edaran tersebut dijelaskan, Proses Belajar dari Rumah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Belajar dari Rumah melalui pembelajaran daring/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan.
2. Belajar dari Rumah dapat difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup antara lain mengenai pandemi Covid-19.
3. Aktivitas dan tugas pembelajaran Belajar dari Rumah dapat bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses/ fasilitas belajar di rumah.
4. Bukti atau produk aktivitas Belajar dari Rumah diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor/nilai kuantitatif.
Kurikulum di Masa Pandemi
Dikutip dari laman CNNindonesia.com Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meminta guru dan kepala sekolah untuk berinovasi terkait pembelajaran di masa pandemi Virus Corona.
"Kita mendorong setiap guru dan kepsek untuk melakukan inovasi pembelajaran sesuai dengan kondisi masing-masing daerah," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid.
Dia juga mengaku belum akan menerbitkan petunjuk pelaksana (juklak) ataupun petunjuk teknis (juknis) soal cara pembelajaran jarak jauh (PJJ).
"Tampaknya saat ini, Kemdikbud belum akan mengeluarkan juklak atau juknis PJJ."
Sebelumnya, sejumlah pihak mengkritisi pelaksanaan pembelajaran di masa pandemi Corona. Dari kalangan guru, mereka kesulitan menerapkannya mengingat keterbatasan fasilitas.
Namun, Mendikbud Nadiem Makarim mengaku tengah mengkaji kemungkinan penerapan kurikulum darurat akibat kondisi yang mengharuskan belajar di rumah selama pandemi Covid-19.
"Itu sedang kami kaji. Tapi mengubah kurikulum itu tidak mudah. Sedangkan Covid-19 ini cepat. Jadi kita harus lakukan yang bisa dirasakan secepat mungkin," ujarnya melalui konferensi video.
Namun demikian, Nadiem mengatakan membuat kurikulum baru justru bisa memunculkan gangguan terhadap proses belajar. Misalnya harus ada pelatihan.
Kepala Sekolah Dasar Negeri di Kebayoran Lama Cicis Sulastri mengaku terhambat karena belum ada mekanisme konkret terkait pelaksanaan belajar jarak jauh.
"Banyak orang tua murid yang menanyakan kepada saya. Tapi, saya belum bisa berkomentar karena belum ada juknis (petunjuk jenis), belum ada surat edaran," kata dia.
Guru yang lain dari SMPN 60 Jakarta Nurnaningsih mengatakan pembelajaran jarak jauh secara digital sulit dilakukan di sekolahnya karena mayoritas siswa berasal dari keluarga tidak mampu.
"Kalau untuk daring, di SMPN 60 itukan anak miskin semua, hampir semuanya penerima KJP (Kartu Jakarta Pintar), itu kendala kami. Kalau guru bisa saja, tapi muridnya fasilitasnya yang enggak ada," kata dia.
Keterbatasan fasilitas internet pun membuat guru di Sumenep dan Jambi berinisiatif berkeliling dari rumah ke rumah siswa untuk mengajar.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai belum ada formula yang tepat dalam PJJ ini. Ia pun mendorong Kemendkibud membentuk kurikulum darurat saat Corona.