Hal itu diungkap oleh Fadli Zon melalui akun Twitter miliknya @fadlizon. Mundurnya tiga organisasi besar dari POP Kemendikbud, yakni Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan PGRI membuat polemik POP semakin memanas.
Memperhatikan kontroversi di tengah masyarakat atas program ini, saya melihat program ini sebaiknya dihentikan saja," kata Fadli seperti dikutip Suara.com, Sabtu (25/7/2020).
Alasan pertama Fadli Zon mendesak POP dihentikan karena prigram tersebut belum memiliki payung hukum yang jelas. DPR RI belum menyetujui anggaran untuk program ini sebesar Rp 595 miliar.
Alasan kedua, Fadli menilai program tersebut tak pantas dikeluarkan ditengah pandemi Covid-19. banyak siswa yang mengeluhkan kesulitan mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) karena keterbatasan ekonomi, infrastruktur listrik, telekomunikasi dan lain sebagainya.
"Masalah ini menurut saya jauh lebih mendesak untuk dipecahkan @Kemendikbud_RI ketimbang program POP," ungkap Fadli.
Fadli mengusulkan anggaran setengah triliun POP digunakan untuk membantu guru dan siswa di daerah teringgal, terdepan dan terluar.
Selain itu, Fadli juga menyoroti proses seleksi yang bermasalah. Ia mengungkap ada dua perusahaan besar yang tak ikut seleksi tapi diminta ikut oleh kementerian dua hari sebelum penutupan.
Kemendikbud juga telah mengabaikan rekam jejak organisasi yang terlibat dalam program ini. Ia melihat Kemendikbud sangat tidak profesional dalam menyeleksi organisasi yang masuk.
Ia juga menduga adanya conflict of interest dengan terpilihnya Putera Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation sebagai organisasi penggerak. Dirjen yang baru diangkat dan salah satu staf khusus menteri diketahui pernah bekerja di kedua perusahaan tersebut.
Fadli mendesak agar Presiden Jokowi segera memberikan teguran keras kepada Nadiem. Ia meminta agar POP segera dihentikan.
"Saya kira program tersebut sebaiknya dihentikan, bukannya diteruskan dengan tambahan evaluasi. Kalau Mendikbud tidak menyadari hal ini, Presiden seharusnya tahu konsekuensinya dan segera menegur keras menterinya," tandas Fadli. (*)
Artikel ini juga telah tayang di suara.com