BlogPendidikan.net - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim menyebut sekolah yang sudah diizinkan menggelar pembelajaran secara tatap muka masih diwajibkan untuk melaksanakan pembelajaran secara jarak jauh atau PJJ.
"Berarti sekolah-sekolah yang melakukan tatap muka itu harus ada PJJ dan jangan sekolah tatap muka doang? Itu benar jawabannya," kata Mendikbud Nadiem dalam Rapat Koordinasi dengan Para Kepala Daerah, Rabu (2/9).
Meski sekolah diizinkan menggelar pembelajaran tatap muka, namun dalam ketentuannya hanya diizinkan 50 persen saja. Artinya pembelajaran tatap muka harus digelar secara bergilir.
"Sehingga mau tidak mau semua sekolah yang melakukan tatap muka itu adalah sekolah yang melakukan hybrid model (pembelajaran). Anak itu giliran masuk, tidak masuk jadi ada shifting atau rotasi bagi para peserta didik," jelas Nadiem.
PJJ juga digunakan untuk memenuhi hak siswa yang tak berkenan mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah. Menurut Nadiem, itu merupakan hak siswa dan orang tua jika tak menghendaki pembelajaran tatap muka di sekolah. Menurut Nadiem, mereka yang tidak dibolehkan belajar ke sekolah tak mendapatkan sanksi akademik.
"Banyak yang menanyakan nih apa nih maksudnya kalau anak tuh di dalam sekolah sudah mulai tatap muka tapi orang tuanya tak mengizinkan, bagaimana anak itu belajar? Ya dia belajar mengikuti pola PJJ," papar Nadiem.
Nadiem menyebut pola campuran ini tak akan merepotkan sekolah jika dibanding PJJ secara penuh. Pasalnya, jika pembelajaran dilakukan secara utuh melalui PJJ, maka guru maupun para peserta didik dihadapkan pada beragam kendala.
"Karena kesulitan melakukan PJJ yang 100 persen di rumah, dan biaya kuota, sinyal yang tak reliable guru-guru di sekolah pasti akan menyambut baik bahwa anak itu bisa masuk sekolah paling tidak 50 persen," katanya. (*)