Forum Ketua Musyawarah Kerja Pengawas Satuan pendidikan (MKPS- SMA) Nasional bahkan mengirimkan surat terbuka pada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim terkait persoalan tersebut.
Menurut Dudung, PP 57 Tahun 2021 Pasal 30 menjelaskan bahwa pengawasan kegiatan satuan pendidikan terdiri dari kepala satuan pendidikan, komite sekolah, pimpinan perguruan tinggi, pemerintah pusat dan atau dan pemerintah daerah.
"Ke mana pengawas sekolah? Apakah pasal ini menjadi kode keras bahwa eksistensi pengawas sekolah akan mulai ditiadakan?".
Dia mengungkapkan bahwa sebelumnya ada ketua organisasi profesi guru dan pengamat pendidikan yang berusaha ‘mensponsori’ agar pengawas sekolah ditiadakan. Alasan mereka sederhana, pengangkatan pengawas sekolah makin mengurangi jumlah guru. Padahal, guru sedang kekurangan. Alasan lainnya, tugas pengawasan sekolah masih bisa dilakukan oleh para kepsek.
"Narasi dan alasan di atas seperti logis, (padahal) faktanya tidak. Kekurangan guru tidak ada hubungannya dengan pengangkatan pengawas sekolah," kata Dudung. Menurut dia, pengangkatan guru atau kekurangan guru adalah kesalahan pemerintah yang tidak cermat menghitung keluar masuk guru yang dibutuhkan. Untungnya, kata dia, ada ‘dewa penolong pendidikan’ yakni entitas guru honorer.
Lebih lanjut dia berpendapat pengawasan pendidikan cukup dengan kepala sekolah, juga tidak benar.
Sebagai kepala sekolah, Dudung sangat merasakan betapa pentingnya pengawas sekolah. "Pengawas sekolah bisa berperan ganda bahkan multilayanan," ungkapnya.
Pertama, kata dia, sebagai pengawas formal satuan pendidikan. Kedua, sebagai penasihat nonformal para kepala sekolah. Ketiga, bisa menjadi mitra strategis dalam menyukseskan prestasi sekolah. Oleh karena itu, Dudung kembali menegaskan, keberadaan entitas pengawas sangat dibutuhkan. Apalagi, lanjut dia, pengawas yang kompeten dan ngemong kepada kepala sekolah dan guru.
"Pengawas sekolah pun memiliki terutama pengawas pembina spirit almamater yang baik," pungkas Dudung.