3 Instrumen Asesmen Nasional (AN) Dalam Pembelajaran

3 Instrumen Asesmen Nasional (AN) Dalam Pembelajaran

BlogPendidikan.net
- Dalam rangka menyiapkan peserta didik menghadapi perubahan sosial, budaya, dan kemajuan teknologi, kompetensi peserta didik harus disiapkan untuk lebih adaptif dengan kebutuhan zaman. Salah satu kebijakan Merdeka Belajar, yakni Asesmen Nasional (AN).

Merdeka Belajar merupakan wujud pembelajaran di lembaga pendidikan yang otonom dan fleksibel sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman, tidak mengekang, dan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengeksplor kemampuan mereka secara lebih bebas namun tetap terarah.

Berikut 3 Instrumen Asesmen Nasional (AN) Sebagai Pembelajaran Evaluatif dalam Meningkatkan Kualitas Sekolah :

1. Asesmen Kompetensi Minimum

Asesmen ini lebih berfokus pada pengukuran kemampuan literasi membaca dan literasi matematika (numerasi) yang mengedepankan nalar peserta didik. Literasi membaca didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks. 

Sedangkan numerasi adalah kemampuan mengaplikasikan konsep hitung menghitung dalam konteks abstrak dan nyata. Literasi dan numerasi dipilih karena keduanya merupakan kemampuan dasar yang dibutuhkan oleh seluruh peserta didik, terlepas dari cita-cita dan profesinya di masa depan.

Asesmen Kompetensi Minimum tersebut dilaksanakan di tengah jenjang sekolah, yakni kelas IV, VIII, dan XI, sehingga dapat mendorong pendidik untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Hal ini selaras dengan Mark Wilson yang menyatakan bahwa “educational measurement’s core activity is to help in the educational progress of each student as they learn.” 

Dimana aktivitas inti dari penilaian adalah untuk membantu peserta didik dalam kemajuan pembelajaran yang mereka  tempuh di kelas. Aktivitas asesmen dapat dilakukan kapan pun, dimana pun, dan tentunya berproses. Tidak hanya melalui soal, namun juga bisa melalui praktik atau kegiatan tertentu yang memudahkan pendidik untuk mengetahui treatment apa yang sesuai untuk diterapkan kepada peserta didiknya.

2. Survei Karakter

Survei Karakter dilakukan untuk mengukur data secara nasional tentang penerapan asas-asas Pancasila oleh peserta didik, bagaimana mereka mengaplikasikan hal tersebut dalam kehidupan sehari hari, baik di sekolah maupun lingkungan rumah. Survei ini bukan dalam bentuk tes tulis, namun berupa pertanyaan personal yang mengasah kemampuan peserta didik untuk beropini. Dari situ, guru dapat menilai kerukunan dan akhlak peserta didik tersebut.

Ada tiga karakter Pancasilais yang perlu dimiliki peserta didik, yakni

a. Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa

Peserta didik yang mengerti akan nilai-nilai Pancasila, tentu akan memahami ajaran agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat lima hal yang menjadi kunci poin ini, yaitu: akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak bersosial, akhlak terhadap lingkungan, dan akhlak terhadap negara.

b. Menjunjung Kebhinnekaan yang Global

Sebagai bangsa yang kaya akan budaya, agama, dan bahasa, tentu toleransi menjadi kuncinya. Ketika hal itu sudah tertanam dalam diri peserta didik, tentu proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik. Tidak akan ada kasus bullying ataupun pertikaian yang disebabkan oleh perbedaan suku, ras, dan agama. Peserta didik diharapkan mampu menghargai perbedaan yang ada sekaligus memiliki kemampuan komunikasi interkultural yang baik. Dengan demikian, perwujudan nilai Bhinneka Tunggal Ika dapat diterapkan dengan penuh tanggung jawab.

c. Bergotong Royong

Sejak zaman dahulu, masyarakat Indonesia terbiasa untuk melakukan sesuatu secara bersamasama dengan suka rela. Nilai ini apabila diterapkan dengan baik di lingkungan sekolah akan membuat pekerjaan menjadi lebih ringan dan cepat selesai. Namun, gotong royong hanya bisa diterapkan di beberapa kondisi seperti membersihkan taman, menanam bunga, atau menghias kelas, bukan untuk mencuri kesempatan berbagi jawaban saat ujian.

3. Survei Lingkungan Belajar

Survei Lingkungan Belajar (SLB) berfokus pada iklim belajar, termasuk keamanan dan kenyamanan tepat belajar. SLB berarti menggali informasi mengenai kualitas proses pembelajaran dan iklim sekolah yang menunjang pembelajaran. Lingkungan belajar yang lazim kita ketahui ada tiga, yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan  masyarakat. Lingkungan tersebut menjadi tripusat yang menentukan kualitas dan variasi karakter peserta didik.

Selain itu, lingkungan juga dapat dibedakan menjadi dua, yakni lingkungan sosial dan non sosial. Lingkungan sosial meliputi tripusat lingkungan yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan karakter peserta didik. Mereka yang berada di lingkungan kompetitif tentu akan terpacu untuk menjadi peserta didik yang gemar berkompetisi. Sebaliknya, jika peserta didik berada di lingkungan yang tergolong malas, maka mereka juga kan cenderung malas belajar.

Sedangkan lingkungna non sosial meliputi bentuk gedung dan letaknya, sarana belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar. Faktor-faktor tersebut juga akan menimbulkan keberagaman hasil belajar peserta didik. Untuk itu, SLB perlu dijadikan pertimbangan dalam asesmen yang dilakukan.