Penilaian Otentik dan Perbedaannya Dengan Penilaian Biasa (Tradsional)

Penilaian Otentik dan Perbedaannya Dengan Penilaian Biasa (Tradsional)

BlogPendidikan.net
- Sebagian besar guru tidak tertarik dan tidak mau menggunakan penilaian otentik atau penilaian berbasis kinerja. Pada umumnya mereka berpendapat bahwa melakukan penilaian otentik itu membuang waktu dan energi serta terlalu mahal. Apalagi penilaian otentik perlu dirancang dengan baik. 

Pendapat tersebut tentunya tidak benar. Menilai kinerja dengan tes tertulis tentu tidak valid, karena tidak mengukur apa yang ingin dinilai. Kinerja perlu dinilai pada saat kegiatannya sedang berlangsung. 

Kalau penilaian kinerja dilakukan terhadap sejumlah siswa dan tidak dirancang dulu atau dilakukan asal-asalan, tentu hasilnya tidak dapat dipertanggung-jawabkan karena tidak konsisten. Dengan demikian kita mungkin berlaku tidak adil terhadap sejumlah siswa dalam menilai kinerja mereka. 

Penilaian Otentik

Penilaian otentik merupakan penilaian langsung dan ukuran langsung. Ketika melakukan penilaian, banyak kegiatan yang akan lebih jelas apabila dinilai langsung, umpamanya kemampuan berargumentasi atau berdebat, keterampilan menggunakan komputer dan keterampilan melaksanakan percobaan. Begitu pula menilai sikap atau perilaku siswa terhadap sesuatu atau pada saat melakukan sesuatu.

Menurut Jon Mueller, penilaian otentik merupakan suatu bentuk penilaian yang para siswanya diminta untuk menampilkan tugas pada situasi yang sesungguhnya yang mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan esensial yang bermakna. 

Pendapat serupa dikemukakan oleh Richard J. Stiggins, bahkan Stiggins menekankan keterampilan dan kompetensi spesifik, untuk menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang sudah dikuasai. Hal itu terungkap dalam cuplikan kalimat berikut ini: “performance assessments call upon the examinee to demonstrate specific skills and competencies, that is, to apply the skills and knowledge they have mastered” (Stiggins)

Grant Wiggins, menekankan hal yang lebih unik lagi. Beliau menekankan perlunya kinerja ditampilkan secara efektif dan kreatif. Selain itu tugas yang diberikan dapat berupa pengulangan tugas atau masalah yang analog dengan masalah yang dihadapi orang dewasa (warganegara, konsumen, professional) di bidangnya.

Perbedaan Penilaian Otentik dengan Penilaian Biasa (Tradisional)

Perbandingan/Perbedaan berikut ini sangat disederhanakan, tetapi diharapkan dapat menggambarkan perbedaan pandangan dan asumsi dari kedua pendekatan penilaian tersebut. Penilaian tradisional merujuk pada ukuran-ukuran yang dipaksakan seperti tes pilihan ganda, isian, benar salah, menjodohkan dan bentuk-bentuk serupa lainnya yang biasa digunakan dalam pendidikan. 

Biasanya siswa memilih satu jawaban atau memanggil informasi untuk dilengkapi. Bentuk- bentuk semacam itu mungkin yang dibakukan atau buatan guru, dan dilaksanakan pada tingkat lokal, regional, nasional atau bahkan internasional.

Dibalik penilaian tradisional dan penilaian otentik ada suatu keyakinan bahwa misi utama sekolah adalah membantu warga nagara produktif. Esensi dari kedua pandangan tersebut berbeda. Berikut akan disampaikan perbedaannya yang esensi.

Menurut pandangan penilaian tradisional (biasa) untuk menjadi warga yang produktif seseorang harus memiliki sejumlah pengetahuan dan keterampilan tertentu. Oleh sebab itu sekolah harus membekali siswa sejumlah keterampilan dan pengetahuan tersebut. 

Untuk menetapkan berhasil tidaknya, sekolah seyogianya mengetes para siswanya apakah mereka menguasai pengetahuan dan keterampilan tersebut. Jadi, dalam penilaian tradisional sejumlah pengetahuan ditetapkan terlebih dahulu. 

Dengan demikian jadilah pengetahuan tersebut kurikulum yang perlu dicapai atau disampaikan. Akibatnya penilaian (asesmen) dikembangkan dan dilaksanakan untuk menentukan apakah terjadi pencapaian kurikulum tersebut atau tidak.

Sebaliknya penilaian otentik berangkat dari alasan dan praksis sebagai berikut. Salah satu misi sekolah adalah mengembangkan warganegara produktif. Untuk menjadi seorang warganegara yang produktif, seseorang harus mampu menampilkan sejumlah task yang bermakna di dunia sesungguhnya. 

Akibatnya, sekolah harus membantu para siswanya menjadi mahir dalam menampilkan sejumlah tugas yang akan dikuasai saat mereka lulus. Untuk menentukan apakah berhasil atau tidak, sekolah seyogianya meminta siswa menampilkan tugas-tugas bermakna yang menyerupai tantangan dunia sesungguhnya untuk melihat apakah siswa-siswa tersebut mampu melakukannya.

Jadi, dalam penilaian otentik, penilaian menggiring kurikulum, yang berarti bahwa guru mestinya pertama-tama menetapkan sejumlah tugas yang harus ditampilkan oleh para siswa tentang hal-hal yang telah dikuasainya. 

Selanjutnya dikembangkan sebuah kurikulum yang memungkinkan siswa menampilkan kinerjanya dengan baik, yang dengan sendirinya melibatkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang esensi. Hal ini berarti merancang dengan langkah mundur.

Penilaian otentik merupakan pelengkap dari penilaian tradisional. Dengan demikian mestinya perlu ditetapkan atribut-atribut yang cocok untuk kedua bentuk penilaian yang saling melengkapi tersebut.

Rujukan : Penilaian Otentik (Authentic Assessment) dan Penerapannya Dalam Pendidikan Sains Oleh : Nuryani Y. Rustaman, FPMIPA & Sekolah Pascasarjana UPI