Namun, peraturan ini masih menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo melalui pengesahan Peraturan Presiden (Perpres).
Isu penghapusan bensin Premium ini memang bukan kali pertama mencuat. Sejak beberapa tahun lalu pemerintah memang tengah mewacanakan menghapuskan bensin Premium ini, namun hingga kini belum terealisasi.
Pada Agustus lalu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif juga mengakui, bensin Premium mulai dikurangi dan dihapus pelan-pelan dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Masyarakat pun didorong untuk mengkonsumsi BBM dengan RON yang lebih tinggi guna menekan emisi gas rumah kaca.
Menurutnya, banyak negara sudah meninggalkan Premium, dan hanya tersisa empat negara yang masih mengkonsumsi Premium, salah satunya Indonesia.
"Outlet penjualan Premium dikurangi pelan-pelan, terutama saat pandemi, crude jatuh, substitusi dengan Pertalite, tujuannya perbaiki kualitas BBM dan kurangi emisi gas rumah kaca karena kita masih masuk empat negara yang gunakan Premium," ungkap Arifin.
Jika Jokowi mengesahkan Perpres mengenai menghapuskan BBM Premium di Indonesia, ia akan tercatat sebagai Presiden pertama RI yang berani menghapuskan BBM Premium di Indonesia.
Sementara era pemerintahan sebelumnya hanya mentok pada pengurangan subsidi BBM, dan menaikkan harga BBM Premium di masyarakat. Seperti kebijakan yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di mana pada pada Mei 2008 mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga BBM, termasuk bensin Premium, Solar, dan minyak tanah bersubsidi.
Saat awal menjabat sebagai Presiden pada 2014 lalu, Jokowi sudah membuat kebijakan signifikan dengan menghilangkan subsidi Premium mulai 1 Januari 2015.
Namun sayangnya, kebijakan ini tak konsisten karena pemerintah tetap mengintervensi harga Premium dan tidak membiarkannya berfluktuasi seperti layaknya produk BBM non subsidi.
Dengan alasan menjaga daya beli masyarakat, akhirnya pemerintah ikut campur menetapkan harga Premium dan memberikan penugasan kepada PT Pertamina (Persero) untuk menyalurkan BBM Premium ini. Alhasil, pemerintah masih menombok selisih harga keekonomian dan harga jual Premium kepada Pertamina setiap tahunnya.
Padahal, Tim Reformasi Tata Kelola Migas atau dikenal dengan nama Tim Anti Mafia Migas yang sengaja dibentuk pada era Menteri ESDM Sudirman Said sudah merekomendasikan agar bensin Premium ini dihapus paling lambat 2017, dua tahun setelah rekomendasi ini dikeluarkan.
Apakah BBM Oktan Tinggi Cocok Untuk Semua Jenis Kendaraan?
Kepala Bengkel Auto2000 Cilandak Suparna menjelaskan, untuk penggunaan bensin paling bagus adalah yang sesuai dengan rekomendasi dari pabrikan, tidak terlalu rendah dan juga tidak terlalu tinggi. Hal ini berkaitan dengan tingkat kompresi dari kendaraan itu sendiri.
Pasalnya, jika BBM yang digunakan tidak sesuai maka akan menimbulkan dampak pada kendaraan. “Menggunakan bensin harus sesuai dengan kompresi atau yang direkomendasikan pabrik. Jangan lebih rendah atau pun lebih tinggi karena akan ada efeknya untuk mesin,” ucap Suparna kepada Kompas.com belum lama ini.
Suparna menambahkan, menggunakan bensin dengan oktan yang lebih tinggi juga akan membuat pembakaran mesin menjadi tidak sempurna. “Hal ini karena BBM dengan oktan tinggi proses terbakarnya juga lebih lama.
Misalnya, harusnya BBM sudah terbakar maksimal 5 derajat setelah TMA tapi ini belum terbakar,” kata dia. Jawaban senada juga diungkapkan oleh Head Product Improvement/EDER Dept Technical Service Division PT Astra Daihatsu Motor (ADM) Bambang Supriadi. Menurutnya, penggunaan bahan bakar yang bagus adalah yang sesuai dengan rasio kompresinya. “Misalnya kendaraan dengan rasio kompresi 1:10 ke atas paling efektif memakai bbm RON di atas 90,” kata Bambang.
Tetapi, jika mobil lawas dengan kompresi rendah dipaksa menggunakan bensin beroktan tinggi jelas akan berdampak di sektor mesin.
Hal ini karena ada sisa bahan bakar yang tidak terbakar dengan sempura, kemudian mengendap dan jadi kerak rabon di ruang pembakaran. Kendati demikian, Bambang menambahkan, bagi mobil lawas yang ingin menggunakan bahan bakar beroktan tinggi bisa saja dilakukan, dengan catatan harus melakukan penyesuaian kompresi.
“Untuk kendaraan lawas bisa dilakukan setel ulang timing pengapian (menyesuaikan dengan bbm) dan menjaga kebersihan ruang bahan bakar,” ucapnya.