BlogPendidikan.net - Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.
Projek untuk menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Projek tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran.
Mengapa kita memerlukan Kurikulum Merdeka? Berbagai studi nasional maupun internasional menunjukkan bahwa Indonesia telah mengalami krisis pembelajaran (learning crisis) yang cukup lama. Studi-studi tersebut menunjukkan bahwa banyak dari anak-anak Indonesia yang tidak mampu memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar. Temuan itu juga juga memperlihatkan kesenjangan pendidikan yang curam di antarwilayah dan kelompok sosial di Indonesia.
Keadaan ini kemudian semakin parah akibat merebaknya pandemi Covid-19. Untuk mengatasi krisis dan berbagai tantangan tersebut, maka kita memerlukan perubahan yang sistemik, salah satunya
melalui kurikulum. Kurikulum menentukan materi yang diajarkan di kelas. Kurikulum juga mempengaruhi kecepatan dan metode mengajar yang digunakan guru untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Untuk itulah Kemendikbudristek mengembangkan Kurikulum Merdeka sebagai bagian penting dalam upaya memulihkan pembelajaran dari krisis yang sudah lama kita alami.
Apa pergantian ini tidak terlalu cepat? Kesannya seperti "Ganti Menteri Ganti Kurikulum".
Kita perlu memahami dua perbedaan sebelum berbicara tentang pergantian kurikulum, yakni antara kerangka kurikulum nasional dan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Kurikulum nasional merupakan kurikulum yang ditetapkan pemerintah sebagai acuan para guru untuk menyusun kurikulum di tingkat satuan pendidikan.
Sedangkan, kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan kurikulum yang seharusnya secara periodik dievaluasi dan diperbaiki agar sesuai dengan perubahan karakteristik peserta didik serta perkembangan isu kontemporer.
Kerangka kurikulum nasional harus memberikan ruang inovasi dan kemerdekaan, sehingga dapat dan harus dikembangkan lebih lanjut oleh masingmasing sekolah. Pada Intinya, kerangka kurikulum nasional seharusnya relatif ajeg, tidak cepat berubah, tapi memungkinkan adaptasi dan perubahan yang cepat di tingkat sekolah. Inilah yang Kemendikbudristek lakukan dengan merancang Kurikulum Merdeka.
Faktanya, laju perubahan kurikulum nasional kita sebenarnya tidak terlalu cepat, bahkan melambat. Jika kita perhatikan, sejak ditetapkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, laju perubahan kurikulum melambat dari KBK di tahun 2004, KTSP di tahun 2006, dan yang terakhir adalah Kurikulum 2013 (K-13) di tahun 2013. Kurikulum Merdeka baru akan menjadi kurikulum nasional pada tahun 2024. Dengan kata lain, pergantian berikutnya baru akan terjadi setelah kurikulum yang sebelumnya (K-13) diterapkan selama 11 tahun dan melewati setidaknya empat menteri pendidikan. Maka, fakta ini mematahkan pemeo “Ganti Menteri, Ganti Kurikulum”.
Apa kriteria sekolah yang boleh menerapkan Kurikulum Merdeka?
Kriterianya ada satu, yaitu berminat menerapkan Kurikulum Merdeka untuk memperbaiki pembelajaran. Kepala sekolah/madrasah yang ingin menerapkan Kurikulum Merdeka akan diminta untuk mempelajari materi yang disiapkan oleh Kemendikbudristek tentang konsep Kurikulum Merdeka. Selanjutnya, jika setelah mempelajari materi tersebut sekolah memutuskan untuk mencoba menerapkannya, mereka akan diminta untuk mengisi formulir pendaftaran dan sebuah survei singkat. Jadi, prosesnya adalah pendaftaran dan pendataan, bukan seleksi.
Kemendikbudristek percaya bahwa kesediaan kepala Sekolah/madrasah dan guru dalam memahami dan mengadaptasi kurikulum di konteks masing-masing menjadi kunci keberhasilan. Dengan demikian, Kurikulum Merdeka dapat diterapkan di semua sekolah/madrasah, tidak terbatas di sekolah yang memiliki fasilitas yang bagus dan di daerah perkotaan.
Namun, kita menyadari tingkat kesiapan sekolah/madrasah berbeda-beda karena adanya kesenjangan mutu sekolah/madrasah. Oleh karena itu, Kemendikbudristek menyiapkan skema tingkat penerapan kurikulum, berdasarkan hasil survei yang diisi sekolah ketika mendaftar. Sekali lagi, tidak ada seleksi dalam proses pendaftaran ini. Kemendikbudristek nantinya akan melakukan pemetaan tingkat kesiapan dan menyiapkan bantuan yang sesuai kebutuhan.
Mengapa Kurikulum Merdeka dijadikan opsi? Mengapa tidak langsung ditetapkan untuk semua sekolah?
Ada dua tujuan utama yang mendasari kebijakan ini. Pertama, pemerintah, dalam hal ini Kemendikbudristek, ingin menegaskan bahwa sekolah memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai kebutuhan dan konteks masing-masing sekolah. Kedua, dengan kebijakan opsi kurikulum ini, proses perubahan kurikulum nasional harapannya dapat terjadi
secara lancar dan bertahap.
Pemerintah mengemban tugas untuk menyusun kerangka kurikulum. Sedangkan, operasionalisasinya, bagaimana kurikulum tersebut diterapkan, merupakan tugas sekolah dan otonomi bagi guru. Guru sebagai pekerja profesional yang memiliki kewenangan untuk bekerja secara otonom, berlandaskan ilmu pendidikan. Sehingga, kurikulum antar sekolah bisa dan seharusnya berbeda, sesuai dengan karakteristik murid dan kondisi sekolah, dengan tetap mengacu pada kerangka kurikulum yang sama.
Perubahan kerangka kurikulum tentu menuntut adaptasi oleh semua elemen sistem pendidikan. Proses tersebut membutuhkan pengelolaan yang cermat sehingga menghasilkan dampak yang kita inginkan, yaitu perbaikan kualitas pembelajaran dan pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, Kemendikbudristek memberikan opsi kurikulum sebagai salah satu upaya manajemen perubahan.
Perubahan kurikulum secara nasional baru akan terjadi pada 2024. Ketika itu, Kurikulum Merdeka sudah melalui iterasi perbaikan selama 3 tahun di beragam sekolah/madrasah dan daerah. Pada tahun 2024 akan ada cukup banyak sekolah/madrasah di tiap daerah yang sudah mempelajari Kurikulum Merdeka dan nantinya bisa menjadi mitra belajar bagi sekolah/madrasah lain.
Pendekatan bertahap ini memberi waktu bagi guru, kepala sekolah, dan dinas pendidikan untuk belajar. Proses belajar para aktor kunci ini penting karena proses belajar ini menjadi fondasi transformasi pendidikan yang kita cita-citakan. Mari kita ingat, tujuan perubahan kurikulum adalah untuk mengatasi krisis belajar (learning crisis).
Kita ingin menjadikan sekolah sebagai tempat belajar yang aman, inklusif, dan menyenangkan. Oleh karena itulah, Kemendikbudristek melakukan perubahan yang sistemik, tidak hanya kurikulum semata. Kita melakukan reformasi sistem evaluasi pendidikan, menata sistem rekrutmen dan pelatihan guru, menyelaraskan pendidikan vokasi dengan dunia kerja, mendampingi dinas-dinas pendidikan, dan melakukan penguatan anggaran dan kelembagaan.
Perubahan sistemik tersebut tentu tidak bisa terjadi dalam sekejap. Tahap demi tahap perubahan kurikulum harapannya dapat memberi waktu yang memadai bagi seluruh elemen kunci sehingga fondasi untuk transformasi pendidikan kita dapat tertanam kukuh dan teguh.