Blogpendidikan.net - Pendidikan bukanlah semata proses mengoleksi dan menjejalkan hal-hal baru ke otak anak didik. Jauh di atas itu, pendidikan adalah perkara membentuk pola pikir.
Guru sebagai pendidik memberikan contoh tauladan yang baik bagi generasi masa kini dan generasi akan datang. Tidak sedikitnya guru yang hanya menjadi birokrat kurikulum yang menggunakan doktrin sehingga tidak memotivasi dan mencerahkan anak. Guru hanya menyuruh, marah atau memberi judgment.
Berapa banyak orang yang memiliki kenangan buruk tentang guru. Tak heran jika akhirnya anak didik memiliki hobi tawuran dan melakukan kekerasan. Sehingga kelas bukan lagi tempat yang ideal dalam artian learning to know, learning to be, learning to do dan learning to live together.
Sekarang kebutuhan murid kepada gurunya bukan lagi knowledge, melainkan wisdom. Pengetahuan dapat diperoleh lewat buku, akses internet melalui google dan wikipedia serta sumber pengetahuan lainnya.
Mereka juga membutuhkan kearifan untuk membentuk peserta didik menjadi kaum cendikia. Sikap guru sangat menentukan masa depan peserta didiknya. guru dalam mendidik peserta didik harus mengacu pada pengembangan sikap yang bersumber dari hati nurani, sehingga sikap tersebut dapat membuat peserta didik kita menjadi manusia yang berkarakter mulia, cerdas, mandiri dan mampu memberi kontribusi bagi lingkungan dan sesamanya.
Selain memiliki skill dan kompetensi seorang guru juga harus memiliki panggilan hati yang tinggi sehingga secara penuh hati mencintai profesi mereka sebagai guru. Betapa pentingnya mendidik dengan hati, sebab mengajar yang berdampak bukanlah dari kepala ke kepala, tetapi dari hati ke hati.
Seorang guru harus tampil penuh kharisma dihadapan siswa dan selalu dirindukan kedatangannya, sosok panutan yang disegani, tutur katanya ditaati, dan kepergiannya ditangisi.
Berapa banyak orang yang memiliki kenangan buruk tentang guru. Tak heran jika akhirnya anak didik memiliki hobi tawuran dan melakukan kekerasan. Sehingga kelas bukan lagi tempat yang ideal dalam artian learning to know, learning to be, learning to do dan learning to live together.
Sekarang kebutuhan murid kepada gurunya bukan lagi knowledge, melainkan wisdom. Pengetahuan dapat diperoleh lewat buku, akses internet melalui google dan wikipedia serta sumber pengetahuan lainnya.
Mereka juga membutuhkan kearifan untuk membentuk peserta didik menjadi kaum cendikia. Sikap guru sangat menentukan masa depan peserta didiknya. guru dalam mendidik peserta didik harus mengacu pada pengembangan sikap yang bersumber dari hati nurani, sehingga sikap tersebut dapat membuat peserta didik kita menjadi manusia yang berkarakter mulia, cerdas, mandiri dan mampu memberi kontribusi bagi lingkungan dan sesamanya.
Selain memiliki skill dan kompetensi seorang guru juga harus memiliki panggilan hati yang tinggi sehingga secara penuh hati mencintai profesi mereka sebagai guru. Betapa pentingnya mendidik dengan hati, sebab mengajar yang berdampak bukanlah dari kepala ke kepala, tetapi dari hati ke hati.
Seorang guru harus tampil penuh kharisma dihadapan siswa dan selalu dirindukan kedatangannya, sosok panutan yang disegani, tutur katanya ditaati, dan kepergiannya ditangisi.
Menjadi guru pada prinsipnya harus merupakan pilihan sadar dan panggilan nurani. Karena guru merupakan cerminan idealisme kita dan keberpihakan kita terhadap kemanusiaan. Karena sebagai guru harus mengabdikan segenap jiwa raga dan kemampuan terbaik untuk menciptakan generasi masa depan yang lebih baik.
Guru harus ikhlas dalam memberikan bimbingan kepada para siswanya sepanjang waktu. Demikian pula tempat pendidikannya tidak terbatas hanya di dalam ruang kelas saja, dimanapun seorang guru berada, dia harus sanggup memainkan perannya sebagai seorang tauladan yang sejati.
Guru harus ikhlas dalam memberikan bimbingan kepada para siswanya sepanjang waktu. Demikian pula tempat pendidikannya tidak terbatas hanya di dalam ruang kelas saja, dimanapun seorang guru berada, dia harus sanggup memainkan perannya sebagai seorang tauladan yang sejati.
Berikut ini ada 9 tipe mendidik yang diterapkan guru dimanapun dia berada, karena mendidik adalah panggilan jiwa:
1. Mendidik dengan ketulusan
Dalam mendidik seorang pendidik harus meluruskan niat, Seorang guru yang mendidik dengan tulus tidak pernah merasa lelah, selalu bersemangat dan berenergi, selalu punya ide dan inovati, memberi lebih dan terbaik untuk peserta didiknya serta hari-harinya menyenangkan tanpa beban.
2. Mendidik adalah panggilan jiwa dengan kasih sayang
Profesi guru harus dihayati sedemikian rupa, dinikmati dengan segenap semangat pengabdian dan prestasi sehingga mendidik merupakan upaya menginternalisasikan nilai-nilai ke dalam jiwa peserta didik. Dengan kasih sayang memberi arti kelembutan, kesantunan perhatian, pengertian, kepedulian, menghargai dan memuliakan.
3. Mendidik dengan amanah dan tanggung jawab
Pendidik adalah mandat atau tanggung jawab yang dititipkan kepada guru untuk dijalani dengan rasa tanggung jawab dan dilindungi oleh undang-undang. Pendidik yang memiliki kesadaran demikian, mereka akan mendidik dan bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, memegang teguh kepercayaan, komitmen dan berintegritas. Setiap amanah dan tanggung jawab yang dipercayakan kepada seorang guru dalam menunaikan tugasnya pasti akan diuji dalam berbagai macam bentuk dan ragamnya. Tetapi bila kita memiliki integritas dan mampu menjaganya dalam hati, maka akan banyak berkah dan kemudahan yang akan kita peroleh.
4. Mendidik dengan penuh kesabaran dan rasa syukur
Peserta didik memiliki keunikannya masing-masing dengan latar belakang keluarga, sosial, budaya, ekonomi, suku dan agama yang berbeda-beda. Dengan keragaman latar belakang terkadang membutuhkan perhatian lebih yang hanya bisa dihadapi dengan kesabaran dan hati agar mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang unik sesuai dengan keunikannya dan menjadi pribadi-pribadi yang mandiri dan berkarakter.
Ketika kita dihadapkan dengan sikap dan perbuatan yang terkadang memancing emosi dan mengusik kesabaran kita, ubah sudut pandang kita, dekati mereka dengan hati, dan jadikan mereka sebagai “guru” agar kita belajar lagi tentang cara mendidik mereka.
5. Mendidik dengan berpikiran maju
Pendidik yang berpikiran maju adalah mereka yang berpikir besar yang diiringi dengan cara kerja yang luar biasa dan konsisten terhadap apa yang menjadi impiannya, baik untuk peserta didiknya maupun bagi dunia dan zamannya. Peka terhadap perubahan dan cepat menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman serta komitmen terhadap mutu.
6. Mendidik dengan kecerdasan
Mendidik dengan cerdas adalah mereka yang memiliki kerinduan untuk belajar dan tumbuh merenungkan bidangnya dengan terus mencari dan menggali suatu hal yang baru (inovasi) bagi keberhasilan peserta didik dan dunia profesinya. Karena ia menyadari bahwa keberhasilan peserta didiknya berbanding lurus dengan kualitas dirinya sebagai pendidik, dan oleh karena itulah ia senantiasa belajar dan terus belajar dalam dunia yang dunia yang cepat berkembang dan berubah.
7. Mendidik dengan kreatif
Mendidik adalah kreativitas, ia hanya lahir dari hati dan jiwa yang merdeka. Para pendidik yang kreatif selalu mencari hal yang baru dari sudut pandang yang berbeda dalam dunia profesinya. Memperbaiki keadaan, mencari solusi, selalu ingin tahu, berpikir alternatif-antisipatif, membaca peluang, berani bertindak dan mencoba sesuatu yang baru dari dunia profesi yang ditekuninya. Di tangan pendidik yang kreatif, akan lahir peserta didik yang kreatif dan berimajinasi.
Menawarkan nuansa-nuansa baru yang segar dalam mewarnai kehidupan. Dunia senantiasa merindukan sentuhan-sentuhan dari tangan orang-orang kreatif yang membuat hidup terasa lebih indah dan bermakna.
8. Mendidik dengan keteladanan
Dalam mendidik, teladan bagi anak menjadi unsur yang teramat penting. Teladan orang-orang terdekat akan mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Mendidik tidak hanya mengajarkan tentang ilmu dan keterampilan semata, melainkan juga tentang nilai-nilai.
Seorang pendidik sejati, menyampaikan apa yang ia lakukan, baik melalui pembelajaran maupun melalui keteladanan hidup. Ki Hajar Dewantoro telah meninggalkan warisan lsafat kepemimpinan pendidikan, “Ing Ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.” Artinya, di depan memberi teladan, di tengah membangkitkan semangat, dan di belakang memberikan dorongan atau motivasi. Mendidik dengan keteladanan dimulai dari kebiasaan sehari-hari dalam berpikir, bersikap, bertutur kata, bertindak dan berkarakter.
Oleh karena itu kita akan mengutamakan kualitas spiritual, moralitas, intelektual, sosial dan integritas. Karena hidup hanya sekali dan apa pun yang kita lakukan akan dikenang sepanjang masa meskipun kita telah tiada. Demikian para tokoh seperti Buya Hamka, Mohammad Hatta, Mahatma Gandi dan lain-lain. Mereka tetap hidup walaupun mereka telah tiada. Pikiran-pikiran dan keteladanan mereka terus menjadi inspirasi sepanjang zaman.
9. Mendidik dengan hati
Melayani dengan tulus datang dari hati nurani, dan dengan demikian akan muncul sifat melayani dengan rendah hati, empati, peduli, memberi solusi dan kepercayaan.
Dengan hati nurani tujuannya hanya satu, yakni terjadinya kesinambungan antara otak dan hati.
Kesinambungan otak dan hati ini adalah manifestasi spiritualitas, yang utuh menjadi kunci mendidik dengan hati nurani. Sebagai orang tua kedua bagi peserta didik. Maka, hendaklah guru berusaha berbuat sebagaimana dilakukan oleh orang tua kepada anaknya.
Mendoakan anak secara rahasia merupakan keniscayaan bagi guru yang kini banyak terlupakan. Guru selain sebagai pengajar dan pendidik serta yang tidak kalah pentingnya adalah menjadi pendoa bagi anak didiknya. Kiprah tokoh pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara, KH Ahmad Dahlan, Tengku Syafei, dan lain-lain sangat melegenda bukan hanya karna kepintaran beliau, tetapi juga komitmen, totalitas dan keterpanggilannya dalam dunia pendidikan. Panggilan hati dan keteladanan sangat penting, karena mengajar bukan hanya persoalan teknik dan profesi, tetapi juga sentuhan manusia.
Metode memang penting dari pada materi, tetapi jiwa seorang guru jauh lebih penting dari metode dan materi. Sehingga itu dituntut untuk menggunakan IQ, EQ, SQ. Mulailah dengan hati, mendidiklah dengan hati, agar perintah dipandang sebagai pelita, ajaran adalah cahaya yang menuntun pada kehidupan.
1. Mendidik dengan ketulusan
Dalam mendidik seorang pendidik harus meluruskan niat, Seorang guru yang mendidik dengan tulus tidak pernah merasa lelah, selalu bersemangat dan berenergi, selalu punya ide dan inovati, memberi lebih dan terbaik untuk peserta didiknya serta hari-harinya menyenangkan tanpa beban.
2. Mendidik adalah panggilan jiwa dengan kasih sayang
Profesi guru harus dihayati sedemikian rupa, dinikmati dengan segenap semangat pengabdian dan prestasi sehingga mendidik merupakan upaya menginternalisasikan nilai-nilai ke dalam jiwa peserta didik. Dengan kasih sayang memberi arti kelembutan, kesantunan perhatian, pengertian, kepedulian, menghargai dan memuliakan.
3. Mendidik dengan amanah dan tanggung jawab
Pendidik adalah mandat atau tanggung jawab yang dititipkan kepada guru untuk dijalani dengan rasa tanggung jawab dan dilindungi oleh undang-undang. Pendidik yang memiliki kesadaran demikian, mereka akan mendidik dan bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, memegang teguh kepercayaan, komitmen dan berintegritas. Setiap amanah dan tanggung jawab yang dipercayakan kepada seorang guru dalam menunaikan tugasnya pasti akan diuji dalam berbagai macam bentuk dan ragamnya. Tetapi bila kita memiliki integritas dan mampu menjaganya dalam hati, maka akan banyak berkah dan kemudahan yang akan kita peroleh.
4. Mendidik dengan penuh kesabaran dan rasa syukur
Peserta didik memiliki keunikannya masing-masing dengan latar belakang keluarga, sosial, budaya, ekonomi, suku dan agama yang berbeda-beda. Dengan keragaman latar belakang terkadang membutuhkan perhatian lebih yang hanya bisa dihadapi dengan kesabaran dan hati agar mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang unik sesuai dengan keunikannya dan menjadi pribadi-pribadi yang mandiri dan berkarakter.
Ketika kita dihadapkan dengan sikap dan perbuatan yang terkadang memancing emosi dan mengusik kesabaran kita, ubah sudut pandang kita, dekati mereka dengan hati, dan jadikan mereka sebagai “guru” agar kita belajar lagi tentang cara mendidik mereka.
5. Mendidik dengan berpikiran maju
Pendidik yang berpikiran maju adalah mereka yang berpikir besar yang diiringi dengan cara kerja yang luar biasa dan konsisten terhadap apa yang menjadi impiannya, baik untuk peserta didiknya maupun bagi dunia dan zamannya. Peka terhadap perubahan dan cepat menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman serta komitmen terhadap mutu.
6. Mendidik dengan kecerdasan
Mendidik dengan cerdas adalah mereka yang memiliki kerinduan untuk belajar dan tumbuh merenungkan bidangnya dengan terus mencari dan menggali suatu hal yang baru (inovasi) bagi keberhasilan peserta didik dan dunia profesinya. Karena ia menyadari bahwa keberhasilan peserta didiknya berbanding lurus dengan kualitas dirinya sebagai pendidik, dan oleh karena itulah ia senantiasa belajar dan terus belajar dalam dunia yang dunia yang cepat berkembang dan berubah.
7. Mendidik dengan kreatif
Mendidik adalah kreativitas, ia hanya lahir dari hati dan jiwa yang merdeka. Para pendidik yang kreatif selalu mencari hal yang baru dari sudut pandang yang berbeda dalam dunia profesinya. Memperbaiki keadaan, mencari solusi, selalu ingin tahu, berpikir alternatif-antisipatif, membaca peluang, berani bertindak dan mencoba sesuatu yang baru dari dunia profesi yang ditekuninya. Di tangan pendidik yang kreatif, akan lahir peserta didik yang kreatif dan berimajinasi.
Menawarkan nuansa-nuansa baru yang segar dalam mewarnai kehidupan. Dunia senantiasa merindukan sentuhan-sentuhan dari tangan orang-orang kreatif yang membuat hidup terasa lebih indah dan bermakna.
8. Mendidik dengan keteladanan
Dalam mendidik, teladan bagi anak menjadi unsur yang teramat penting. Teladan orang-orang terdekat akan mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Mendidik tidak hanya mengajarkan tentang ilmu dan keterampilan semata, melainkan juga tentang nilai-nilai.
Seorang pendidik sejati, menyampaikan apa yang ia lakukan, baik melalui pembelajaran maupun melalui keteladanan hidup. Ki Hajar Dewantoro telah meninggalkan warisan lsafat kepemimpinan pendidikan, “Ing Ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.” Artinya, di depan memberi teladan, di tengah membangkitkan semangat, dan di belakang memberikan dorongan atau motivasi. Mendidik dengan keteladanan dimulai dari kebiasaan sehari-hari dalam berpikir, bersikap, bertutur kata, bertindak dan berkarakter.
Oleh karena itu kita akan mengutamakan kualitas spiritual, moralitas, intelektual, sosial dan integritas. Karena hidup hanya sekali dan apa pun yang kita lakukan akan dikenang sepanjang masa meskipun kita telah tiada. Demikian para tokoh seperti Buya Hamka, Mohammad Hatta, Mahatma Gandi dan lain-lain. Mereka tetap hidup walaupun mereka telah tiada. Pikiran-pikiran dan keteladanan mereka terus menjadi inspirasi sepanjang zaman.
9. Mendidik dengan hati
Melayani dengan tulus datang dari hati nurani, dan dengan demikian akan muncul sifat melayani dengan rendah hati, empati, peduli, memberi solusi dan kepercayaan.
Dengan hati nurani tujuannya hanya satu, yakni terjadinya kesinambungan antara otak dan hati.
Kesinambungan otak dan hati ini adalah manifestasi spiritualitas, yang utuh menjadi kunci mendidik dengan hati nurani. Sebagai orang tua kedua bagi peserta didik. Maka, hendaklah guru berusaha berbuat sebagaimana dilakukan oleh orang tua kepada anaknya.
Mendoakan anak secara rahasia merupakan keniscayaan bagi guru yang kini banyak terlupakan. Guru selain sebagai pengajar dan pendidik serta yang tidak kalah pentingnya adalah menjadi pendoa bagi anak didiknya. Kiprah tokoh pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara, KH Ahmad Dahlan, Tengku Syafei, dan lain-lain sangat melegenda bukan hanya karna kepintaran beliau, tetapi juga komitmen, totalitas dan keterpanggilannya dalam dunia pendidikan. Panggilan hati dan keteladanan sangat penting, karena mengajar bukan hanya persoalan teknik dan profesi, tetapi juga sentuhan manusia.
Metode memang penting dari pada materi, tetapi jiwa seorang guru jauh lebih penting dari metode dan materi. Sehingga itu dituntut untuk menggunakan IQ, EQ, SQ. Mulailah dengan hati, mendidiklah dengan hati, agar perintah dipandang sebagai pelita, ajaran adalah cahaya yang menuntun pada kehidupan.